Penulis: Bambang Pamungkas (www.bambangpamungkas20.com)
Beberapa
waktu yg lalu, ada salah satu follower twitter saya yg menyampaikan
sebuah link berita yg cukup menarik kepada saya. Sebuah artikel yg
berisi tentang komentar seseorang terhadap diri saya secara pribadi.
Dan harus saya akui, jika saya cukup tertarik dengan link berita itu.
Karena orang yg berkomentar dalam artikel tersebut adalah seseorang yg
sangat berpengaruh dalam karir saya. Iya, seorang yg sangat saya
hormati, baik secara pribadi maupun sebagai seorang atlit profesional
(Pesepakbola)...
Orang tersebut adalah Kurniawan Dwi Julianto, seorang pribadi yg
secara tidak langsung telah membuat hati saya merasa yakin untuk
memilih sepakbola sebagai karir dan jalan hidup. Dalam artikel ini,
saya tidak tertarik untuk membahas tentang pendapat Kurniawan mengenai
diri saya seperti yg di sampaikan dalam artikel tersebut. Melainkan
saya lebih tertarik untuk mengurai saat pertama kali saya bertemu dan
bertatap muka secara langsung dengan orang yg sangat saya idolakan
tersebut...
Suatu ketika dimana rasa takut, malu, grogi, semangat, penasaran dan
rasa bangga hadir secara bersamaan dalam perasaan saya. Sebuah keadaan
yg mungkin juga akan di rasakan oleh kebanyakan orang, saat bertemu
dengan idola mereka untuk yg pertama kalinya...
Hahahaha,, sebuah cerita yg mungkin akan sedikit memalukan atau
mungkin dapat juga dikategorikan norak, akan tetapi tidak dapat saya
pungkiri jika saat itu adalah saat dimana saya menjadi yakin dan
percaya dengan sebuah kalimat yg berkata:
"Jangan pernah berhenti bermimpi, karena mungkin suatu saat mimpi kalian akan menjadi kenyataan"...
Maka dari itu jika anda sekalian tidak keberatan, pada artikel ini
saya ingin mengajak anda sekalian untuk sedikit terbang kembali ke masa
lalu, kembali ke masa 12 th kebelakang tepatnya di th 1999. Yaitu saat
pertama kali saya bertemu dengan seorang Kurniawan Dwi Julianto secara
langsung. Di sebuah hotel, dalam sebuah pemusatan latihan bersama tim
nasional Indonesia, di ibukota negara Indonesia - Jakarta...
Dan inilah cerita selengkapnya:
Hotel Atlet Century Jakarta, pada pertengahan bulan juni 1999..
Ketika saya menginjakkan kaki di lobby hotel ini, jam Guess (Palsu)
di tangan kanan saya menunjukkan pukul 05:30 WIB di pagi hari. Suasana
hotel ini sendiri masih cukup lengang pagi ini, masih belum nampak
kegiatan yg cukup berarti di lobby hotel ini. Tanpa basa-basi sayapun
segera melangkahkan kaki menuju resepsion untuk melaporkan kedatangan
saya serta mengambil kunci kamar saya. Saya ingat betul jika ketika
itu, saya mendapatkan kamar di lantai 4 bersama 3 pemain yg lain,
pemain -pemain tersebut adalah Agung Setyabudhi, I Komang Putra dan Ali
Sunan (Ketiganya adalah pemain dari PSIS Semarang ketika itu)...
Dari keempat penghuni kamar tersebut, saya adalah pemain pertama yg
sampai ke pemusatan latihan. Ke tiga pemain yg lain baru datang siang
harinya, karena latihan pertama tim nasional baru akan di gelar sore
harinya, di Stadion Utama Gelora Bung Karno...
Setelah meletakkan barang dan merebahkan diri sejenak, saya
memutuskan untuk pergi ke belakang hotel ini untuk sarapan (Ketupat
sayur kaki lima). Saat sarapan itulah saya berjumpa dengan beberapa
staff perlengkapan tim yg juga tengah sarapan, dari staff tersebut saya
mengetahui jika beberapa pemain ternyata juga sudah bergabung sejak
semalam. Diantara pemain tersebut adalah Kurniawan DJ, Rochy Putiray,
Bima Sakti dan Widodo C Putra...
Karena Kurniawan adalah senior saya yg sama-sama berasal dari Diklat
Salatiga, maka secara etika sudah seharusnya jika saya menghadap atau
lebih halusnya menyampaikan kedatangan saya kepada senior saya. Oleh
karena itu setelah selesai sarapan, sayapun berinisiatif untuk menuju
kamar Senior saya tersebut, yg kebetulan juga berada di lantai 4 tidak
jauh dari kamar saya...
Sebelum menuju kamar Kurniawan, saya sempat kembali kekamar saya
terlebih dahulu untuk mandi. Karena ini adalah pertama kalinya saya
akan bertemu dengan Kurniawan secara langsung, maka secara jujur saya
katakan jika ketika itu saya dalam keadaan yg sangat gugup. Sebentar
lagi saya akan bertemu dengan seseorang yg selama ini sangat saya
kagumi dan hanya dapat saya lihat dari layar televisi. Rasa bangga,
takut, deg-deg'an, grogi serta malu bercampur aduk menjadi satu.
Bahkan, walaupun ketika itu saya baru saja selesai mandi, akan tetapi
baju saya mulai basah oleh keringat yg keluar secara perlahan melalui
pori-pori kulit di sekujur tubuh saya...
Jarak kamar saya dengan kamar Kurniawan tidaklah begitu jauh, kami
hanya terpisah kurang lebih 4 kamar saja. Sejujurnya, hati saya sempat
ragu saat melangkah menuju kamar idola saya tersebut, akan tetapi
karena rasa penasaran dan bangga yg begitu tinggi, dan juga di topang
oleh sebuah etika wajib lapor kepada senior, maka sayapun membuang
jauh-jauh rasa ragu tersebut itu dan mempertegas langkah saya menuju
kamar senior saya itu...
Sesampainya di kamar Kurniawan, saya sempat menempelkan telinga saya
ke daun pintu kamar sebelum mengetuk pintu kamar berwarna coklat tua
tersebut. Hal itu saya lakukan untuk memastikan jika memang sudah
terjadi aktivitas di kamar tersebut. Tentu saja saya tidak ingin
kedatangan saya nantinya akan mengganggu aktivitas si empunya kamar.
Karena jika hal tersebut terjadi, tentu akan meninggalkan kesan negatif
di awal pertemuan saya dengan idola saya...
Saat saya sudah dapat memastika jika si penghuni kamar sudah bangun,
maka sayapun memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar tersebut.
Dari balik pintu terdengar suara langkah kaki seseorang yg tengah
berjalan mendekat, seketika detak jantung sayapun berdetak lebih cepat
dari biasanya. Dan ketika pintu kamar hotel itu terbuka, nampaklah
seseorang dengan perawakan sedikit lebih tinggi dari saya akan tetapi
juga sedikit lebih kurus dengan model rambut yg cepak cederung botak...
Orang tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah Kurniawan Dwi
Julianto, orang yg sangat saya kagumi dan selama ini hanya dapat saya
lihat melalui layar kaca televisi. Melihat kedatangan saya, Kurniawan
seketika berkata "Eh nembe teko yo, piye kabare..?? ayo kene mlebu" (Eh
baru sampai ya, apa kabar..?? Mari sini masuk". Saat itu saya sempat
terpaku sejenak sebelum akhirnya menjawab "Alhamdulillah apik mas, iyo
iki nembe teko", (Alhamdulillah baik mas, iya ini baru saja sampai".
Saya butuh beberapa saat untuk mengendalikan diri, dan ketika saya
sudah tenang sayapun berjalan memasuki kamar tersebut...
Saat saya memasuki kamar tersebut, terlihat Rochy Putiray tengah
merebahkan diri di tempat tidur sambil memainkan ponselnya. Sayapun
segera menghampiri nya untuk bersalaman sambil memperkenalkan diri
saya. Di kamar ini sendiri tidak nampak sebuah televisi, iya saat itu
kami memang mendapatkan jatah kamar khusus untuk atlit, yg tidak
terdapat televisi di dalam kamar. Sehingga jika kami ingin melihat
televisi, maka kami harus pergi ke aula untuk berbagi 1 televisi dengan
atlit-atlit dari cabang olahraga yg lain..
Saat itu terjadilah percakapan ringan antara saya dan idola saya
tersebut. Sebuah percakapan yg dalam versi aslinya terjadi dengan
menggunakan bahasa jawa. Akan tetapi karena saat menulis artikel ini
saya tengah berbaik hati, maka akan saya terjemahkan percakapan
tersebut ke dalam bahasa Indonesia, agar dapat anda sakalian pahami
maksud dan artinya hehehe...
Percakapan tersebut kurang lebihnya berisi seperti di bawah ini:
Kurniawan: Ayo duduk sini, kapan sampai..??
Saya: Baru saja mas jam 5:30 an, kemarin berangkat dari Salatiga jam 5 sore (Perjalanan menggunakan bus malam)..
Kurniawan: Ooooo, sekamar sama siapa..??
Saya: Sekamar saya Ali Sunan, Agung Setyabudhi dan
I Komang Putra mas. Tapi mereka pada belum datang, mungkin nanti
siangan baru masuk. Oh iya mas dapat salam dari Mas Hariyadi (Sekarang
pelatih Persiba Balikpapan) dan Om John Ozok (Keduanya adalah pelatih
Diklat Salatiga dan juga pernah melatih Kurniawan saat masih di sana)..
Kurniawan: Oh iya-iya, apa kabar mereka..?? Masih galak ngga mereka..?? hahaha..
Saya: Ya lumayan lah mas hehehe.. Ngomong-ngomong
suasana latihan di timnas senior itu gimana ya mas..?? saya kok masih
grogi dan sedikit takut dan sungan ya mas..
Kurniawan: Kenapa takut..?? Sama sajalah seperti
latihan tim-tim biasa, apalagi kamu kan sudah pernah bekerja sama
dengan Bernard Schoem di tim U-19 dan U-23. Tapi kalo main di timnas
senior ada peraturan-peraturan yg harus di taati. Diantaranya rambut
harus rapih, jangan seperti sekarang awut-awutan gitu, karena kita kan
membela nama negara...
Ketika itu rambut saya memang cukup gondrong dan awut-awutan. Tipe
asli rambut saya sendiri memang keriting, sehingga jika sudah mulai
memanjang maka rambut saya akan mengembang keatas. Eehhmm,, mungkin
mirip seperti rambut Edi Brokoli namun dalam versi yg sedikit lebih
pendek tentunya..
Saya: Oh gitu ya mas, kalo begitu nanti siang saya akan potong rambut..
Kurniawan: Satu lagi, di tim pra olimpiade kan kamu
pakai nomer 10, jadi kalo misalnya kamu mau pakai nomer 10 di timnas
senior pakai saja, nanti aku akan cari nomer lain...
Saat itu tiba-tiba Rochy Putiray menyaut, "Udah pakai aja mbang,
ngga usah malu dan ragu Kurniawan udah abis hahaha", celetuknya sabil
tertawa kecil (Tentu sembari bercanda). Mendengar perkataan tersebut,
sayapun segera menjawab dengan sedikit tersipu..
Saya: Oh ngga mas terima kasih, itu kan sudah
menjadi ciri sampeyan, saya sih pakai nomer berapa saja ngga masalah.
Lagipula saya kan baru ikut seleksi, lolos juga belom tentu hehehe..
Kurniawan: Pokoknya jangan sungkan-sungkan di
timnas senior ya, anggap saja semua pemain sama. Kamu di panggil pasti
karena pelatih berpikir kamu juga mempunyai kelebihan, jadi jangan
merasa rendah diri disini..
Saya: Iya mas terima kasih. Yasudah mas saya pamit dulu mau istirahat..
Dan sayapun kembali bersalaman dengan Kurniawan dan jua Rochy Putiray sebelum akhirnya saya meninggalkan kamar tersebut...
Siang itu juga saya memutuskan untuk memotong rambut saya, tempat
potong rambut paling dekat dari Hotel Century adalah Plaza Senayan.
Ketika itu saya memangkas rambut saya di sebuah salon bernama Johny
Andrean. Sejujurnya sangat berat bagi saya untuk memotong rambut saya
ketika itu. Karena sebenarnya, saat itu saya sedang dalam tahap untuk
memanjangkan rambut saya, agar dapat saya ikat dengan model cornrows
(Terinspirasi dengan gaya rambut Hendrik Larson)...
Akan tetapi mengingat ini adalah salah satu aturan di tim nasional
senior (Menurut Kurniawan Dwi Julianto), maka rambut yg sebenarnya
sudah saya biarkan panjang selama kurang lebih 3 bulan itu, akhirnya
dengan sedikit berat hati harus saya relakan untuk dipangkas. Tidak
sampai habis memang, akan tetapi setidaknya menjadi jauh lebih pendek
dan rapi...
Sore itu adalah latihan pertama tim nasional yg di persiapkan untuk
Sea Games 1999 di Brunei Darussalam. Sebuah sore yg akan selalu saya
kenang dalam hidup saya. Iya, sebuah sore dimana menjadi saat pertama
kalinya saya berlatih bersama squad utama tim nasional Indonesia
(Senior). Saat dimana saya berkesempatan berlatih dalam satu lapangan,
serta di bawah satu pelatih kepala bersama pemain-pemain kelas satu di
negeri ini...
Ketika itu di Gelora Bung Karno, saya berlatih bersama pemain-pemain
seperti Hendro Kartiko, Anang Ma'ruf, Aji Santoso, Alm Eri Irianto,
Kurnia Sandi, Widodo C. Putra, Bima Sakti dan tentu saja Kurniawan Dwi
Julianto. Mereka adalah pemain-pemain yg selama ini hanya dapat saya
liat dan saksikan melalui layar kaca televisi. Bayangkan, saya baru
masuk Diklat Sepakbola Salatiga pada th 1996, dan 3 th kemudian saya
sudah mampu menjadi bagian dalam tim nasional Indonesia senior. Tentu
ini adalah sebuah impian yg menjadi kenyataan...
Pada perkembangannya, saya baru tahu jika ternyata Kurniawan
berbohong kapada saya mengenai peraturan di tim nasional senior dalam
hal rambut. Karena memang tidak ada peraturan yg mengatakan, jika
seorang pemain nasional harus berambut pendek dan rapi. Awalnya saya
cukup keki dengan kenyataan tersebut, akan tetapi ya sudahlah mungkin
maksud Kurniawan sendiri sebenarnya baik, agar penampilan saya lebih
rapi dan tidak kampungan hehehe. Lagipula di jahilin oleh seorang idola
tentu malah akan menjadi sebuah cerita yg pantas untuk di kenang..
Satu hal yg sangat saya sayangkan ketika itu adalah, pada akhirnya
Kurniawan harus terlempar dari tim dan tidak berangkat ke Sea Games di
Brunei. Saat itu hanya tersisa Widodo C Putra, Rochy Putiray dan saya
di barisan depan tim nasional Indonesia. Ketiadaan Kurniawan sendiri,
seharusnya membuat saya mendapat kesempatan untuk menggunakan nomer
punggung 10 di tim nasional, sama seperti saat saya bermain untuk tim
nasional pra olimpiade. Akan tetapi setelah berpikir dengan matang,
akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan nomer punggung yg lain,
sehingga saat itu nomer punggung 10 tidak di pakai oleh siapapun..
Saya memilih nomer lain dengan beberapa alasan. Pertama, karena saya
sangat menghormati orang yg selama ini menjadi pemilik nomer tersebut
(Kurniawan Dwi Julianto). Kedua, karena saya ingin memiliki sebuah
nomer yg identik dengan nama saya, seperti halnya nomer 10 yg identik
dengan Kurniawan, atau identikya nomer 7 dengan nama Widodo C Putra.
Maka dari itu akhirnya sayapun memilih nomer punggung 20 untuk saya
kenakan. Kebetulan nomer tersebut tengah tak berpemilik, karena di
tinggalkan Hendro Kartiko yg berganti ke Nomer 1 setelah Kurnia Sandi
(Pemilik nomer 1) harus terseingkir karena mengalami patah kaki dalam
sebuah sesi latihan...
Saya sendiri memilih nomer 20 bukan tanpa alasan dan tujuan. Alasan
saya ketika itu adalah, saya ingin menggunakan sebuah nomer yg unik
atau fidak lazim di gunakan oleh seorang striker. Dan angka 20 cukup
mewakili akan hal itu, karena nomer tersebut memang lazimnya di gunakan
oleh seorang penjaga gawang (Pada masa itu). Kemudian alasan berikutnya
serta mungkin yg paling penting adalah, sebuah filosofi karangan saya
di balik nomer 20 itu sendiri..
Yaitu, jika dalam sebuah mata pelajaran maka nilai 10 akan berarti
istimewa. Dan jika angka 10 berarti istimewa, maka dari itu angka 20
juga dapat diartikan sebagai 2 x 10 atau 2 x istimewa hehehe. Jadi
diharapkan dengan menggunakan nomer tersebut, di masa yg akan datang
prestasi saya dapat melebihi si pemilik nomer 10 ( Kurniawan Dwi
Julianto) atau setidaknya menyamai prestasi idola saya tersebut...
Agak terkesan arogan memang, akan tetapi sejujurnya filosofi
tersebut saya buat untuk menantang, memotivasi serta sekaligus menjadi
target saya dalam menjalani karir di dunia sepakbola. Dengan begitu,
saya selalu mempunyai motivasi tinggi dalam menjalani karir saya, dalam
apapun kendalanya. Dan tak terasa ternyata 12 th sudah saya menggunakan
nomer punggung 20 dalam setiap pertandingan saya. Saya hanya sempat
menggunakan nomer lain saat bermain di EHC Norad, ketika itu saya
menggunakan nomer punggung 9..
Nomer punggung 20 selalu setia menemani saya dalam mengejar
mimpi-mimpi saya sampai dengan saat ini. Saya mengalami banyak sekali
kejadian-kejadian dalam karir sepakbola saya, baik yg menyenangkan
maupun menyedihkan bersama dengan nomer punggung ini. Menjadi juara,
pencetak gol terbanyak, pemain terbaik, patah kaki, depresi, memecahkan
rekor gol tim nasional dan caps tim nasional, menaklukkan Malaysia
bersama Selangor FC dan lain-lain adalah hasil kolaborasi saya bersama
nomer punggung tersebut...
Seperti yg anda sekalian ketahui, saya adalah pribadi yg tidak
pernah berhenti bermimpi. Sejauh ini saya sudah mampu mewujudkan
beberapa diantara mimpi-mimpi tersebut. Akan tetapi memang masih banyak
juga diantaranya yg belum dapat terwujud. Salah satu diantaranya
mungkin mimpi untuk memberikan gelar untuk tim nasional Indonesia. Jika
saya masih dipercaya dan diberi kehormatan oleh pelatih tim nasional
untuk mengenakan seragam tim nasional Indonesia, maka sudah barang
tentu saya akan terus berusaha dengan sekuat tenaga untuk mewujudkan
mimpi tersebut, dan saya sendiri berharap masih memiliki kesempatan
tersebut...
Sebagai manusia, kita tidak akan pernah tahu apa yg akan terjadi di
masa yg akan datang. Sejatinya hal terpenting dalam sebuah kehidupan
adalah, bagaimana kita berusaha semaksimal mungkin dalam setiap
kesempatan, menjalani dengan sepenuh hati dan menerima apapun yg
terjadi dengan ihklas dan lapang dada...
"Kita boleh saja tidak memiliki kompas ataupun peta. Akan
tetapi, saya yakin jika kita semua diberi anugerah oleh sang pencipta
sebuah hati, yg dapat digunakan untuk menentukan mana kira-kira arah yg
tepat dan pantas untuk kita tuju"
Oleh karena itu, jangan pernah takut dan berhenti bermimpi, karena hal tersebut tidak akan pernah membuat kita tersesat...