Pages

Subscribe:

Sabtu, 28 Januari 2012

"Sepatu Foxy & Awal Dari Sebuah Perjalanan Panjang"


Penulis: Bambang Pamungkas 

*Getas : 10 Juni 1988..
Hari ini 10 juni 1988 adalah hari ulang tahun saya yang ke 8, sepanjang hari ini cuaca nampak terik sekali. Mengadakan pesta ulang tahun, bukanlah sebuah kebiasaan di keluarga kami, dari dulu. Kebiasaan kami adalah, Ibu akan membuat nasi kuning untuk di santap bersama seluruh keluarga di sore hari...
Sore itu, saat kami sekeluarga dengan cerianya menyantap nasi kuning buatan ibu, tiba-tiba ayah saya berdiri dan masuk ke kamar. Beberapa saat kemudian beliau keluar dan menghampiri saya, sambil menyodorkan sesuatu yg di bungkus tas plastik berwarna hitam, ayah saya berkata "Mbang ini hadiah dari bapak dan ibu"...

Saya sempat terkejut dengan hadiah tersebut, karena memberikan hadiah saat anaknya berulang tahun, bukanlah kebiasaan orang tua saya. Setelah mengucapkan terima kasih sambil mencium tangan ayah dan ibu, saya pun langsung membuka bungkusan plastik hitam tersebut...
Isi bungkusan itu membuat saya sangat gembira, ini adalah barang yg selalu saya idam-idamkan selama 6 bulan terakhir. Iya, isi bungkusan tersebut adalah sepasang sepatu bola merek Foxy berwarna hitam dengan kombinasi warna merah dan putih. Mirip seperti adidas, akan tetapi dengan jumlah garis lebih satu (empat) hehehehe..

Ketika itu ayah saya berkata, sebuah kalimat yg akan selalu saya ingat sampai kapanpun, yaitu:

"Mulai sekarang, mulailah belajar bermain bola dengan baik dan benar"..


Sebuah kalimat yg awalnya saya anggap biasa, akan tetapi seiring berjalannya waktu, saya baru sadar jika apa yg diucapkan ayah saya tersebut, mempunyai makna yg sangat penting (Akan saya jelaskan nanti)..
Sepasang sepatu bola tadi saya pajang di meja belajar dalam kamar saya. Setiap saat saya pandangi sepatu tersebut dengan penuh rasa bangga, bahkan sepatu tersebut selalu saya pakai pada saat menjelang tidur. Jika tiba-tiba ada anggota keluarga saya memasuki kamar saya, maka dengan secepat kilat saya akan segera menutupi kaki saya dengan selimut, sehingga mereka tidak menyadari jika sesungguhnya saya tengah menggunakan sepatu bola. Bahkan tidak jarang sayapun tertidur dengan sepatu bola melekat di kedua kaki saya..

Karena terlalu sayangnya saya dengan sepatu bola tersebut, maka sayapun tidak pernah menggunakannya untuk bermain bola. Setiap sore saya memang membawa sepatu tersebut ke lapangan, akan tetapi sepatu ini hanya saya letakkan di samping gawang saja. Dan seperti biasa, sayapun tetap bermain bola bersama rekan-rekan saya dengan bertelanjang kaki..

Alasan saya ketika adalah:
Pertama: Saya takut sepatu tersebut menjadi kotor dan rusak.

Ke dua: Bagi saya saat itu, bermain menggunakan sepatu sangatlah tidak nyaman, saya merasa lebih nyaman bermain tanpa menggunakan sepatu bola daripada menggunakannya, mungkin hal tersebut karena saya tidak terbiasa.

Dan yg ketiga: Sejujurnya saya sungkan dan malu dengan rekan-rekan saya, saya takut dianggap melanggar peraturan, karena semua rekan-rekan saya bermain memang dengan bertelanjang kaki.
Daripada saya tidak di perbolehkan bermain, maka sayapun memilih mengikuti peraturan yg selama ini sudah kami semua sepakati, yaitu bermain dengan bertelanjang kaki..

Suatu sore, ketika saya sedang asik bermain bola di lapangan becek kampung kami (Lapangan Gelora Karet, Getas), tanpa saya sadari saat itu ayah saya berdiri diantara para penonton. Karena terlalu asik bermain, saya sama sekali tidak menyadari kehadiran beliau diantara para penonton, padahal jumlah penonton sendiri ketika itu tidaklah begitu banyak...

Sesampainya di rumah, setelah selesai makan malam bersama tiba-tiba ayah saya memanggil saya, "Mbang, mari ikut bapak ke depan rumah, bapak mau bicara" , seketika saya pun menjawab "Iya pak"...
Ayah saya berjalan menuju teras depan rumah kami, dan sayapun mengikuti tepat di belakangnya. Beliau duduk di sebuah kursi kayu panjang sambil melinting rokok kesukaan beliau, orang jawa biasa menyebut rokok tersebut dengan nama "Tingwe" (Nglinting dewe atau hasil lintingan sendiri)...

Malam itu hujan turun rintik-rintik, angin yg berhembus perlahan membuat cuaca malam itu cukup dingin. Sambil menyalakan rokok yg baru saja beliau ramu sendiri serta menyeruput kopi kental yg sudah ibu siapkan, ayah sayapun berkata "Sini duduk di samping bapak". Maka sayapun ikut duduk di kursi kayu panjang tadi, tepat di sebelah beliau...

Asap rokok mengepul di udara, bau pekat tembakau bercampur dengan wangi cengkeh membuat suasana malam itu menjadi sedikit menghangat. Dan kamipun terlibat dalam sebuah pembicaraan yg santai, ringan akan tetapi juga boleh di katakan cukup berisi. Sebuah pembicaraan yg akan coba saya jabarkan di bawah ini :

Ayah : Mbang, kenapa kamu tadi sore bermain bola tidak menggunakan sepatu bola..??

Saya : Hah,, bapak tau dari mana.?? (Tanya saya heran)

Ayah : Tadi sore bapak mampir ke lapangan..

Saya :  Oohh, sayang sepatunya pak..

Ayah : Kenapa sayang..?? (Giliran ayah saya yg nampak sedikit heran)

Saya : Takut rusak pak. Lagipula, bermain menggunakan sepatu itu susah pak, berat dan seperti ada yg mengganjal, saya tidak bisa merasakan bolanya.. (Jawab saya dengan jujur)

Ayah : Terus apa gunanya bapak belikan kamu sepatu bola, kalau tidak dipakai untuk bermain bola..??

Saya : Iya pak, nanti pasti saya pakai..

Ayah : Nanti..?? Nanti itu kapan..?? Kalau kamu tidak mau menggunakan sepatu itu, lebih baik bapak bakar saja sepatu itu..!!! (Kata beliau dengan mimik muka yg cukup serius)

Saya : Jangan pak..!! (Jawab saya seketika) Saya suka sepatu itu pak..
Dari mulut ayah saya kembali keluar kepulan asap rokok tingwe tadi, sesekali beliau juga menyeruput kembali kopi kentalnya. Beberapa saat kemudian, beliau lanjut berbicara..

Ayah : Begini le.. (Tole adalah panggilan kesayangan orang tua untuk anak laki-lakinya).. Apapun profesi yg akan kamu tekuni dalam hidupmu, pastikan jika kamu mengawalinya dengan cara yg baik dan benar.. (kata beliau sambil memegang pundak saya)

Saya : Maksud bapak..?? (Tanya saya serius)

Ayah : Begini (Beliau kembali menyeruput kopi hitam nya), jika kamu ingin menjadi pemain sepakbola, maka kamu harus memulainya dengan cara yg benar..

Saya : Kan saya memang latihan tiap sore dengan teman-teman pak (Jawab saya bersemangat)..

Ayah : Bukan itu maksud bapak le..

Saya : Jadi maksud bapak..?? (Tanya saya sedikit bingung)

Ayah : Jadi selama ini kamu pikir sudah berlatih dengan baik..?? Dan juga sudah benar..??

Saya : Sudah pak, setiap sore saya latihan lari dan bermain bola, dan saya juga tidak pernah lupa melakukan pemanasan.. (jawab saya dengan yakin)

Ayah :  Lhooo,, salah kamu le hehehehe (Timpal beliau sambil tertawa renyah), yang bapak maksud dengan baik dan benar itu adalah dengan cara yg benar.. Apakan bermain bola dengan telanjang kaki itu benar..??

Saya : Tapi kalo main pakai sepatu bola, saya ngga boleh ikut main pak. Karena temen-temen yg lain juga ngga pake sepatu..

Ayah : Ini yg bapak maksud. Kalo kamu ingin belajar dengan benar, ya ngga harus ikut main dengan mereka. Kalo perlu nanti kamu latihan sendiri dengan bapak, sesuatu yang salah itu jangan ditiru. Kalo kamu tidak membiasakan sedari sekarang, sampai kapanpun kamu tidak akan pernah bisa bermain menggunakan sepatu, dan itu adalah cara yg salah.. (Jelas ayah saya dengan nada yg sangat serius)

Saya : Tapi, latihan apa pak kalo hanya berdua..?? (Tanya saya juga dengan nada serius)

Ayah : Lhooo, belajar main bola yg bener itu ngga harus selalu main game rame-rame. Kita bisa mulai dengan belajar nendang yg benar, lari yg bener, nyundul yg benar, pemanasan yg bener dan masih banyak lagi..

Saya : Yaaah,, bosen dong pak.. (Gerutu saya)

Ayah : Untuk menjadi pemain bola yg baik itu harus sabar, karena tehnik dasar itu sangat penting. Jika kamu sudah dapat menguasai tehnik dasar yg baik, baru kamu bisa naik ke level selanjutnya, dan akan lebih memudahkan kamu ketika suatu saat nanti bermain game.. (Ayah saya kembali menjelaskan)

Saya : Berapa lama pak latihannya..??

Ayah : Ya sampai kamu benar-benar menguasai. Dan asal kamu tau, jika sampai Insha Allah suatu saat nanti kamu jadi pemain bola profesional, latihan tehnik dasar itu akan tetap di lakukan..

Saya : Tapi pak, saya masih belom bisa menendang pakai sepatu bola, tidak nyaman pak.. (Jawab saya yg masih kekeuh ingin main bola telanjang kaki)

Ayah : Itu bukan masalah, lambat laun kamu akan terbiasa dan merasa nyaman. Pemain bola yg kamu lihat di TV-TV itu semuanya main pakai sepatu bola kan..?? Mulai besok kamu akan berlatih sendiri bersama bapak. Bapak juga akan coba memasukkan kamu ke sekolah sepakbola di Ungaran (SSB Ungaran serasi). Disana kamu akan belajar bersama banyak anak-anak seusia kamu, jadi kamu jangan khawatir akan sendirian, kebetulan pelatihnya teman bapak..

Saya : Baiklah pak.. (Jawab saya masih dengan perasaan kurang puas)
Betul, setelah itu sayapun tidak lagi bermain bola bersama teman-teman saya yg lain, saya berlatih terpisah bersama ayah saya, terkadang bersama kak ke tiga saya (Tri Agus Prasetyo). Menendang bola menggunakan sepatu itu memang sangat susah, lebih sering mengenai tanah dan rumput daripada mengenai bolanya sendiri..

Sering kali saya merasa bosan dengan latihan dasar ini, ingin rasanya saya mencampakkan sepatu bola ini dan kembali bermain bertelanjang kaki bersama teman-teman yg lain. Saat itu terjadi pesan ayah saya selalu mengiang di telinga saya, yaitu "Jika ingin berhasil menjadi pemain profesional, maka berlatihlah dengan cara yg baik dan benar". Dan keinginan besar saya untuk menjadi pemain sepakbola profesional, membuat saya hanya mampu menghela nafas panjang dan kembali berlatih..

Tidak jarang teman-teman saya menganggap saya sombong, karena tidak mau bergabung bermain dengan mereka. Bahkan tidak sedikit yg menilai, jika sebagai anak kampung saya bermimpi terlalu tinggi, karena ingin menjadi pemain profesional. Mereka menganggap, anak kampung seperti kami ini, sampai kapanpun hanya akan bermain di level antar kampung saja, paling tinggi mungkin akan berada di level kelurahan..

Maka jangankan membeli sepatu bola, berlatih tehnik dasarpun bagi mereka tidak perlu, yg penting bisa menendang bola dan lari, maka itu saja sudah lebih dari cukup. Karena di samping membuang-buang uang, menurut mereka di usia 8 tahun masih belom perlulah untuk bermain menggunakan sepatu bola. Itulah pemikiran sebagian besar orang tua di kampung kami ketika itu..

Disamping berlatih sendiri di kampung bersama ayah atau terkadang kakak laki-laki saya, ayah saya juga memasukkan saya ke SSB Ungaran Serasi di Ungaran. Di sana saya berlatih secara rutin seminggu 3 kali bersama rekan-rekan seusia saya, di lapangan PHB Ungaran. Maka seminggu 3 kali, ayah saya dengan tekun dan sabar mengantar saya berlatih di Ungaran, jarak Ungaran sendiri kurang lebih 1 jam perjalanan dari desa saya Getas...

Suatu ketika ayah saya bernah menyakinkan saya, "Sekarang memang masa susah dan berat buat kamu, akan tetapi jika kamu tetap serius dan yakin, maka suatu saat nanti kamu akan memetik hasil dari latihanmu ini". Memang setiap anak yg berlatih dengan baik dan benar, tidak semuanya berhasil menjadi pemain profesional. Akan tetapi dengan berlatih secara baik dan benar, kemungkinan untuk menjadi berhasil akan lebih tinggi daripada mereka yg berlatih secara asal-asalan..

Memang betul apa yg di ucapkan ayah saya ketika itu. Beberapa tahun kemudian, di saat kebanyakan teman sebaya saya di kampung sibuk mencari pekerjaan setelah lulus SMA, saya mendapat kesempatan untuk bekerja dalam sebuah profesi yg kebetulan juga menjadi hobby dan kegemaran saya, yaitu menjadi pemain sepakbola profesional. Sebuah pekerjaan yg masih saya tekuni sampai saat dimana saya menulis artikel ini...

Saya ingat betul, ketika saya baru saja pulang dari Sea Games Brunei tahun 1999. Ibu saya pernah berbisik kepada saya, bahwasanya saat pertandingan pertama di Sea Games antara Indonesia Vs Kamboja, ayah saya sempat meneteskan air mata saat melihat saya menyanyikan lagu Indonesia sebelum laga di gelar. Itu adalah saat pertama kali keluarga saya melihat saya bermain untuk tim nasional Indonesia secara langsung melalui layar televisi..

Oleh karena itu di akhir artikel ini, perkenankanlah saya untuk mengucapkan sesuatu untuk ayah saya tercinta, H. Misranto:
"Terima kasih untuk ketekunan, kepercayaan, kesabaran serta keyakinan bapak dalam melatih serta mendidik saya. Kebanggan saya dalam setiap penampilan saya bersama tim nasional Indonesia, akan selalu saya bagi sama rata bersama bapak. Sekali lagi terima kasih dan mohon doa restunya"...
Selesai...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar